Seekor kucing Persia memiliki ikatan batin yang kuat dengan majikannya. Saat majikannya meninggal, si kucing merasa sedih yang mendalam sehingga jatuh sakit. Kisah ini diceritakan oleh Fadhil Raihan di sosial media facebooknya.
Kisah kucing yang sakit karena majikannya meninggal
Ini namanya “Rambo”.
Kucing persia yang sejak kecil diadopsi oleh almarhum ayah saya, dia sehari-hari hanya dirumah saja bersama ayah saya. Makan dan minumnya diperhatikan, bahkan kalau sakit sampai dibawa ke klinik dokter hewan. Hingga tidur pun selalu nempel dengan ayah saya.
Seolah dia sudah terdapat ikatan batin dengan ayah saya.
Di hari ayah saya meninggal, si Rambo mendadak sakit. Badannya panas dan tidak mau makan. Namun ketika malam hari pengajian, si Rambo nampak sehat-sehat saja dan mengikuti acara pengajian selama 7 hari berturut dirumah. Dia hanya duduk saja disamping para tetangga yang membacakan surat Yaasin seolah mendengarkan.
Sejak hari itu, Rambo sudah dibawa ke klinik secara berkala karena kesehatannya menurun dan dehidrasi tinggi. Bahkan sempat menjalani masa opname beberapa hari di klinik hewan. Setelah dinyatakan sembuh, Rambo diperbolehkan pulang oleh dokter namun tetap saja tidak bersemangat seperti sebelumnya. Hanya tidur saja dan duduk didepan Tv.
Pandangannya kosong meskipun sudah mau sedikit demi sedikit makan makanan bervitamin tinggi. Kemudian beberapa hari selanjutnya dokter mengatakan bahwa itu bukan gejala sakit fisik, melainkan kucing mempunyai psikis juga yang bisa merasakan kesedihan dan kehilangan.
Benar saja, ketika saya checkup ke klinik menyatakan bahwa dia sedang sehat sehat saja, pencernaan berjalan normal hanya saja dia tidak bersemangat dan sedikit makan dengan pandangan kosong.
Lalu kami sekeluarga mempunyai inisiatif bahwa bagaimana jika si Rambo ini diajak untuk berkunjung ziarah ke makam ayah saya.
Ketika sesampainya di makam almarhum ayah saya, si rambo hanya terduduk diam sambil memandangi sekeliling. Kemudian dia berjalan sendiri dengan mata sayu nya menuju batu nisan ayah saya, dan mulai terduduk diam selama kami semua membacakan doa bersama.
Setelah membaca doa selesai, si Rambo tak kunjung pergi dari tempat duduknya semula dari awal dia datang. Pandangannya hanya tertuju kearah batu nisan dan sesekali menyederkan badannya diatas batu nisan.
Kami semua hanya menyaksikan momen tersebut sembari mengabadikan momen Rambo. Kemudian kami semua pulang.
Setibanya di rumah, Rambo sudah mulai mau makan dan dehidrasinya sudah berkurang meskipun tidak secepat waktu untuk pulih.
Dari sini saya mulai memahami bahwa hewan yang setia pun ternyata mempunyai perasaan yang sama dengan manusia. Hanya saja cara mengungkapkan nya bisa saja berbeda, siapa yang tahu?
Wallahualam.
Surabaya, 26/12/2019
Sumber tulisan dan gambar : Fadhil Raihan